MAKALAH
TENTANG
ASKEP
HENTI JANTUNG
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6
SEMESTER : Iv D/KEPERAWATAN
Ayundari vitri arianti
Endra jayadi daputra
Ismi rahmawati
munawarah
Nurfauziah
Supriadi harianto
Yuyun wahyuni
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES MATARAM)
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin,,,,,
Banyak
nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji
hanya layak untuk Allah SWT seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul
”ASKEP
HENTI JANTUNG”. Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Kedua orang tua,Bapak Dosen Pembimbing dan juga teman-teman sekalian
yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu
besar.Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir
kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
ii
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN……………………………………………………………………………....i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………….1
1.2
Rumusan Masalah……………………………………………………….................................1
1.3
Tujuan………………………………………………………………………………………...2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Henti Jantung..………………………………………………………....................3
2.2
Etiologi……...………………………………………………………………………………...3
2.3
Patofisiologi.…………….........................................................................................................5
2.4
Manifestasi Klinis………………………….............................................................................7
2.5
Penatalaksanaan………………………………………………………………………………7
2.6 Pemeriksaan
Penunjang……………………………………………………………………..13
2.7
Komplikasi…………………………………………………………………………………..15
2.8 Asuhan
Keperawatan………………………………………………………………………..15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………….………………………19
3.2 Saran……………………………………………………………….…..................................19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..……………………...iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Cardiac arrest adalah hilangnya
fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang
memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya
tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda
tampak (American Heart Association,2010).
Amerika Serikat, mengklaim sebuah
325.000 kematian setiap tahun. SCA membunuh 1.000 orang per hari atau satu
orang setiap dua menit. Dan paling sering terjadi pada pasien dengan
penyakit jantung, terutama mereka yang telah gagal jantung kongestif.Sebanyak
75 persen orang yang meninggal karena tanda-tanda menunjukkan SCA serangan
jantung sebelumnya. Delapan puluh persen memiliki tanda-tanda penyakit
arteri koroner. SCA dicatat 10.460 (75,4 persen) dari seluruh 13.873
kematian penyakit jantung pada orang berusia 35-44 tahun, dan proporsi
penangkapan jantung yang terjadi out-of-rumah sakit meningkat dengan usia, dari
5,8 persen pada orang usia 0-4 tahun 61,0 persen pada orang usia lebih dari 85
years.Orang yang memiliki penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk
SCA. Namun, kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak
memiliki penyakit jantung atau faktor risiko lain untuk SCA.
1.2 RUMUSAN MASALAH
·
Apakah pengertian henti
jantung ?
·
Apakah etiologi henti jantung
?
·
Bagaimana patofisiologi henti
jantung ?
·
Apakah manifestasi klinis
yang terjadi pada henti jantung ?
·
Bagaimana penatalaksanaan
henti jantung ?
·
Bagaimana pemeriksaan
penunjang pada henti jantung ?
·
Apakah komplikasi yang
terjadi pada henti jantung ?
·
Bagaimana asuhan keperawatan
pada gangguan alam perasaan ?
1.3 TUJUAN
·
Untuk mengetahui pengertian
dari henti jantung.
·
Untuk mengetahui etiologi
henti jantung.
·
Untuk mengetahui patofisiologi
henti jantung.
·
Untuk mengetahui manifestasi
klinis yang terjadi pada henti jantung.
·
Untuk mengetahui penatalaksanaan
henti jantung.
·
Untuk mengetahui pemeriksaan
penunjang pada henti jantung.
·
Unruk mengetahui komplikasi
pada henti jantung.
·
Untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada gangguan alam perasaan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
HENTI JANTUNG
Cardiac arrest adalah hilangnya
fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang
memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya
tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda
tampak (American Heart Association,2010).
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian
sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac
arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.
2.2 ETIOLOGI
Menurut American Heart Association (2010), seseorang
dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
a. Adanya
jejas di jantung
Karena serangan jantung terdahulu
atau oleh sebab lain,jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena
sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.
Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode
risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit
jantung atherosclerosis
b. Penebalan
otot jantung (cardiomyopathy)
Karena
berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung)
membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
c. Seseorang
sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung
Karena beberapa kondisi tertentu,
beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru merangsang timbulnya
aritmia ventrikel dan berakibat cardiac
arrest.Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa
mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya
penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d. Kelistrikan
yang tidak normal
Beberapa kelistrikan jantung yang
tidak normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome
dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa
muda.
e. Pembuluh
darah yang tidak normal
Jarang dijumpai (khususnya di
arteri koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa
muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik
yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
f. Penyalahgunaan
obat
Merupakan faktor utama terjadinya cardiac arrest pada penderita yang
sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya
aritmia (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010) :
a. Fibrilasi
ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang
sering menimbulkan kematian mendadak,pada keadaan ini jantung tidak dapat
melakukan fungsi kontraksinya,jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini
tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b. Takhikardi
ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan
takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan
impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat
akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya
pengisian darah keventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun.
VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa
lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti
jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC
shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas
listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan
kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur
dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera
dilakukan.
d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak
terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitor irama yang
terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus
segera diambil adalah CPR.
2.3 PATOFISIOLOGI
a. Akibat
dari ateroklerosis menimbulkan plak pada pembuluh darah.
b. Penebalan
otot jantung dan fibrilasi ventrikel mengakibatkan jantung tidak dapat
berkontraksi secara optimal
c. Takikardi
ventrikel terjadi karena pembentukan impuls sehingga frekuensi nadi cepat yang
mengakibatkan pengisian ventrikel menurun.
Dari ketiga
penyebab diatas mengakibatkan hambatan aliran darah sehingga sirkulasi darah
terhenti terjadilah cardiac arrest.Akibat cardiac arrest terjadi kemampuan
pompa jantung menurun akibatnya curah jantung menurun sehingga terjadi:
a. Suplai
oksigen keseluruh tubuh menurun,dimana darah membawa oksigen otomatis kebutuhan
oksigen keparu-paru tidak terpenuhi terjadilah gangguan pertukaran gas
b. Suplai
oksigen ke otak tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi serebral
c. Suplai
oksigen ke jaringan tidak terpenuhi terjadilah gangguan perfusi jaringan
Aterosklerosis
|
Plak pada pembuluh darah
|
Penebalan otot jantung
|
Fibrilasi ventrikel
|
Takikardi ventrikel
|
Jantung tidak dapat kontraksi optimal
|
Gangguan pembentukan impuls
|
Frekuensi nadi cepat
|
Pengisian ventrikel
|
Hambatan aliran darah
|
Sirkulasi darah terhenti
|
Kemampuan pompa jantung
|
CO
|
Suplai O2 ke otak tidak terpenuhi
|
Gangguan perfusi serebral
|
Suplai O2 keseluruh tubuh tidak terpenuhi
|
Kebutuhan O2 keparu2 tidak terpenuhi
|
Gangguan pertukaran gas
|
2.4 MANIFESTASI
KLINIS
1. Organ-organ
tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen termasuk
otak
2. Hypoxia
cerebral atau tidak adanya oksigen ke otak menyebabkan kehilangan kesadaran
(collapse)
3. Kerusakan
otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit
4. Nafas
dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas)
5. Tekanan
darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat terasa
pada arteri
6. Tidak
ada denyut jantung
7. Dilatasi
pupil jika terjadi kerusakan otak irreversible 50%
2.5 PENATALAKSANAAN
A. Respons awal
Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps
mendadak benar-benar disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan
respirasi, warna kulit, dan ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah
karotis atau arteri femoralis dapat menentukan dengan segera apakah telah
terjadi serangan henti jantung yang dapat membawa kematian. Gerakan respirasi
agonal dapat menetap dalam waktu yang singkat setelah henti jantung
B. Penanganan untuk dukungan kehidupan
dasar (basic life support)
Tindakan ini yang lebih popular dengan istilah
resusitasi kardiopulmoner (RKP;CPR;Cardiopulmonary Resuscitation)
merupakan dukungan kehidupan dasar yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi
organ sampai tindakan intervensi yang definitive dapat dilaksanakan.
Untuk penanganan awal henti
jantung yaitu dengan CAB :
a. Yakinkan
lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau
menggoyangkan pasien sambil bersuara keras “Apakah anda baik-baik saja?”.Jika
tidak berespon berikan rangsangan nyeri.
Rasionalisasi: hal ini akan mencegah timbulnya injury pada korban yang sebenarnya
masih dalam keadaan sadar.
b. Apabila
pasien tidak berespon segera telfone Emergency Medical Service (EMS)
c. Posisikan
pasien supine pada alas
yang datar dan keras, ambil posisi sejajar dengan bahu pasien. Jika pasien
mempunyai trauma leher dan kepala, jangan gerakkan pasien, kecuali bila sangat
perlu saja.
Rasionalisasi: posisi ini memungkinkan pemberi bantuan dapat
memberikan bantuan nafas dan kompresi dada tanpa berubah posisi.
1. Circulation
Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan
terbukanya jalan nafas dengan head
tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain
meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral selama 5 sampai 10 detik.
Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan kompresi dada.
·
Berlutut sedekat
mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian pangkal dari salah satu tangan pada
daerah tengah bawah dari sternum (2 jari ke arah cranial dari procecus xyphoideus) . Jari-jari bisa
saling menjalin atau dikeataskan menjauhi dada.
Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus berada di sternum,
sehingga tekanan yang diberikan akan terpusat di sternum, yang mana akan
mengurangi resiko patah tulang rusuk.
·
Jaga kedua lengan
lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak berada tegak lurus dengan kedua
tangan, dengan cepat dan bertenaga tekan bagian tengah bawah dari sternum
pasien ke bawah, 1 - 1,5 inch (3,8 - 5 cm)
·
Lepaskan tekanan ke
dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal. Lamanya pelepasan tekanan harus
sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan jangan diangkat dari dada pasien
atau berubah posisi.
Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada akan memberikan kesempatan
darah mengalir ke jantung.
·
Lakukan CPR (Cardio Pulmonary
Resusitation) dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali kompresi dada.
Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali(2 menit).
·
Kemudian periksa nadi
dan pernafasan pasien. Pemberian kompresi dada dihentikan jika:
a) Telah
tersedia AED (Automated External Defibrillator).
b) korban
menunjukkan tanda kehidupan.
c) Tugas
diambil alih oleh tenaga terlatih.
Rasionalisasi:
bantuan nafas harus dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa nadi di arteri
carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian bantuan nafas dan kompresi dada.
·
Sementara melakukan resusitasi,
secara simultan kita juga menyiapkan perlengkapan khusus resusitasi untuk
memberikan perawatan definitive.
Rasionalisasi: perawatan definitive yaitu termasuk di
dalamnya pemberian defibrilasi, terapi obat-obatan, cairan untuk mengembalikan
keseimbangan asam-basa, monitoring dan perawatan oleh tenaga terlatih di ICU.
·
CPR yang diberikan
pada anak hanya menggunakan satu tangan,sedangkan untuk bayi hanya menggunakan
jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan anak terletak lebih tinggi dalam
rongga dada, jadi tekanan harus dibagian tengah tulang dada.
2. Airway
Buka jalan nafas
·
Head-tilt/chin-lift maneuver : letakkan salah
satu tangan di kening pasien, tekan kening ke arah belakang dengan menggunakan
telapak tangan untuk mendongakkan kepala pasien. Kemudian letakkan jari-jari
dari tangan yang lainnya di dagu korban pada bagian yang bertulang dan angkat
rahang ke depan sampai gigi mengatub.
Rasionalisasi: tindakan ini akan membebaskan jalan nafas
dari sumbatan oleh lidah.
·
Jaw-thrust maneuver : pegang sudut dari
rahang bawah pasien pada masing-masing sisinya dengan kedua tangan,angkat
mandibula ke atas sehingga kepala mendongak.
Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman untuk
membuka jalan nafas pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher.
3.
Breathing
·
Dekatkan telinga ke
mulut dan hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan ke dada pasien,
perhatikan apakah ada pergerakan naik turun dada dan rasakan adanya udara yang
berhembus selama expirasi
Rasionalisasi: untuk memastikan ada atau tidaknya pernafasan
spontan.
·
Jika ternyata tidak
ada, berikan bantuan pernafasan mouth
to mouth atau dengan menggunakan amfubag. Selama memberikan
bantuan pernafasan pastikan jalan nafas pasien terbuka dan tidak ada udara yang
terbuang keluar. Berikan bantuan pernafasan sebanyak dua kali (masing-masing
selama 2-4 detik).
Rasionalisasi: pemberian bantuan pernafasan yang adekuat
diindikasikan dengan dada terlihat mengembang dan mengempis, terasa adanya
udara yang keluar dari jalan nafas dan terdengar adanya udara yang keluar saat expirasi.
·
Jika pasien bernafas,
posisikan korban ke posisi recovery (posisi
tengkurap, kepala menoleh ke samping).
C. Penanganan dukungan kehidupan lanjutan
(advanced life support)
Tindakan
ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat, mengendalikan aritmia
jantung, menyetabilkan status hemodinamika (tekanan darah serta curah jantung)
dan memulihkan perfusi organ. Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan
ini mencakup:
1. Tindakan intubasi dengan endotracheal
tube
Pemasangan
endotracheal tube (ETT) atau intubasi adalah memasukkan pipa jalan nafas buatan
kedalam trachea melalui mulut.Tindakan intubasi dilakukan bila cara lain untuk
membebaskan jalan nafas (airway) gagal,perlu memberikan nafas buatan dalam
jangka panjang dan ada resiko besar terjadi aspirasi paru.
2. Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau
pemasangan pacu jantung
Defibrilasi adalah
suatu tindakan pengobatan menggunakan aliran listrik secara asinkron.Tindakan
ini dilakukan pada pasien dengan fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel.
3. Pemasangan lini infuse.
D.
Asuhan pasca resusitasi
Fase
penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya henti
jantung. Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya sangat
responsive terhadap teknik-teknik dukungan kehidupan (life
support) dan mudah dikendalikan setelah kejadian permulaan.
Pemberian infuse lidokain dipertahankan dengan dosis 2-4 mg/menit selama 24-72
jam setelah serangan. Dalam perawatan rumah sakit, bantuan respirator biasanya
tidak perlu atau diperlukan hanya untuk waktu yang singkat dan stabilisasi
hemodinamik yang terjadi dengan cepat setelah defibrilasi atau kardioversi.
Dalam fibrilasi ventrikel sekunder pada IMA (kejadian dengan abnormalitas
hemodinamika menjadi predisposisi untuk terjadinya aritmia yang dapat membawa
kematian), upaya resusitasi kurang begitu berhasil dan pada pasien yang
berhasil diresusitasi, angka rekurensinya cukup tinggi. Gambaran klinis
didominasi oleh ketidak stabilan hemodinamik. Dalam kenyataan, hasil akhir
lebih ditentukan oleh kemampuan untuk mengontrol gangguan hemodiunamik dibandingkan
dengan gangguan elektrofisiologi. Disosiasi elektromekanis, asitol dan
bradiaritmia merupakan peristiwa sekunder yang umum pada pasien yang secara
hemodinamis tidak stabil dan kurang responsive terhadap intervensi.
Hasil akhir
(outcome) setelah serangan henti jantung di rumah sakit yang menyertai penyakit
nonkardiak adalah buruk, dan pada beberapa pasien yang berhasil diresusitasi,
perjalanan pasca resusitasi didominasi oleh sifat penyakit yang mendasari
serangan henti jantung tersebut. Pasien dengan kanker, gagal ginjal,
penyakit system saraf pusat akut dan infeksi terkontrol, sebagai suatu
kelompok, mempunyai angka kelangsungan hidup kurang dari 10 persen setelah
henti jantung di rumah sakit. Beberapa pengecualian utama terhadap hasil akhir
henti jantung yang buruk akibat penyebab bukan jantung adalah pasien dengan
obstruksi jalan nafas transien, gangguan elektrolit, efek proaritmia
obat-obatan dan gangguan metabolic yang berat, kebanyakan mereka yang mempunyai
harapan hidup baik jika mereka mendapat resusitasi dengan cepat dan
dipertahankan sementara
gangguan transien dikoreksi.
E.
Pengobatan
a.
Epinephrine.
Epinephrine hydrochloride bermanfaat pada pasien
dengan cardiac arrest,
utamanya karena memiliki efek α-adrenergic reseptor-stimulating
(vasokonstriktor). Efek α-adrenergik dari epinephrine dapat meningkatkan CPP (coronary
perfusion pressure/aortic
relaxation “diastolic” pressure minus right atrial relaxation “diastolic”
pressure) dan tekanan perfusi cerebral selama RJP. Untuk efek
β-adrenergik dari epinephrine, masih kontoversi karena berefek meningkatkan
kerja miokardium dan mengurangi perfusi subendokardial.Berdasarkan kerjanya
tersebut, jadi cukup beralasan jika pemberian 1 mg epinephrine IV setiap 3-5
menit dianjurkan pada cardiac arrest. Dosis lebih tinggi
hanya diindikasikan pada keadaan khusus, seperti pada overdosis β-blocker
atau calcium channel blocker. Jika akses vena (IV) terlambat
atau tidak ditemukan, epinephrine dapat diberikan endotrakeal dengan dosis 2 mg
sampai 2,5 mg.
b. Dapat diberikan adrenalin
0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan. Dapat
diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih dari 2
menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
c. Pada fibrilasi ventrikel
diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
d. Jika Asistol berikan
vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
e. Antiaritmia
Amiodarone IV
berefek pada channels natrium, kalium, dan
kalsium dan juga memiliki efek α- and β-adrenergic blocking.
Amiodarone dapat dipertimbangkan untuk terapi VF (fibrilsi ventrikel) atau Pulseless
VT (takikardi ventrikel) yang tidak memberikan respon terhadap
shock, RJP dan vasopressor. Dosis pertama dapat diberikan 300 mg IV, diikuti
dosis tunggal 150 mg IV. Pada blinded-RCTs didapatkan pemberian
amiodarone 300 mg atau 5 mg/KgBB secara bermakna dapat memperbaiki keadaan
pasien VF atau Pulseless VT dirumah sakit,
dibandingkan pemberian placebo atau lidocaine 1,5 mg/KgBB.
2.6 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah
dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada
atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG
mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak
melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung
telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT
berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
2.
Tes darah
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk
ke dalam darah jika jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung
dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui
enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat
mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya kalium,
kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh
yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit
dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang
memiliki potensi untuk menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan
obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat
menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac arrest.
3.
Imaging tes
a. Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan
ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah
seseorang terkena gagal jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes
stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif
yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran
darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui
jantung dan paru-paru.
c. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara
untuk menghasilkan gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu
mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest
dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi),
atau apakah ada kelainan katup.
4.
Electrical system
(electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya
dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari
serangan jantung belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk
menyebabkan aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai.
Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur melalui
pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat, elektroda
dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu,
ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk
mengalahkan penyebab yang mungkin memicu atau menghentikan – aritmia. Hal ini
memungkinkan untuk mengamati lokasi aritmia.
5.
Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting
dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa baik jantung mampu memompa
darah.Ini dapat menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang
dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa
keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal
adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan
risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa
cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari
jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized
tomography (CT) scan jantung.
6.
Coronary catheterization
(angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika
arteri koroner terjadi penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi
ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden
cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati
Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya
melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri,
arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah
penyumbatan. Selain itu, sementara kateter diposisikan,mungkin mengobati
penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan
arteri terbuka.
2.7 KOMPLIKASI
1.
Menyebabkan kematian
dini
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Kaji respon klien
·
Periksa ketiadaan
respon dengan menepuk atau menggoyangkan pasien sambil bersuara keras “Apakah
anda baik-baik saja?”.Jika tidak berespon berikan rangsangan nyeri.
·
Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan
ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis
dapat menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan henti jantung yang
dapat membawa kematian.
b. Periksa arteri carotis,jika tidak ada
denyutan segera lakukan RJP/CPR.Cek kembali arteri carotis,jika sudah berdenyut.
c. Periksa pernafasan pasien
Cara pemeriksaan
Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk
memeriksa jalan nafas dan pernafasan.
Setelah memastikan jalan
nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain:
·
Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan
pengembangan dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas)
selama 10 detik.
·
Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya
terjadi respirasi gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda
pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan
volume yang cukup untuk membuat dada mengembang).
d. Jika pasien bernafas,maka
lakukan posisikan korban ke posisi recovery (posisi tengkurap, kepala
menoleh ke samping).
2.
DIAGNOSA
a. Gangguan
perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke otak
b. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak adekuat
c. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung menurun
3.
INTERVENSI
a. Dx 1 → Gangguan perfusi serebral
berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke otak
Tujuan
: Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali
lancar
Kriteria
Hasil : Pasien akan mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas normal.Warna
dan suhu kulit normal.CRT < 2 detik.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
ü Pantau
adanya pucat, sianosis dan kulit dingin atau lembab
ü Posisikan
kaki lebih tinggi dari jantung
ü Berikan
vasodilator misal nitrogliserin, nifedipin sesuai indikasi
|
ü Sirkulasi
yang terhenti menyebabkan transport O2 ke seluruh tubuh juga
terhenti sehingga akral sebagai bagian yang paling jauh dengan jantung
menjadi pucat dan dingin.
ü Mempercepat
pengosongan vena superficial, mencegah distensi berlebihan dan meningkatkan
aliran balik vena
ü Obat
diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia.
|
b. Dx 2 → Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan suplai oksigen tidak adekuat
Tujuan
: Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat
berlangsung
Kriteria
hasil : Nilai GDA normal dan tidak ada distress pernafasan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
ü Pantau
pernapasan klien
ü Pantau
GDA Pasien
ü Berikan
O2 sesuai indikasi
|
ü Untuk
evaluasi distress pernapasan
ü Nilai
GDA yang normal menandakan pertukaran gas semakin membaik
ü Peningkatkan
konsentrasi oksigen alveolar dan dapat memperbaiki hipoksemia jaringan
|
c. Dx 3 → Penurunan curah jantung
berhubungan dengan kemampuan pompa jantung menurun
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan pompa jantung
Kriteria
hasil : Nadi perifer teraba dan tekanan darah dalam batas normal
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
ü Pantau
tekanan darah
ü Palpasi
nadi perifer
ü Kaji
kulit terhadap pucat dan sianosis
ü Lakukan
pijat jantung
ü Berikan
oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
|
ü Pada
pasien Cardiac Arrest tekanan darah menjadi rendah atau mungkin tidak ada.
ü Penurunan
curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, dorsalis pedis dan
postibial. Nadi mungkin hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi
ü Pucat
menunjukkkan menurunnya perfusi sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung
ü Untuk
mengaktifkan kerja pompa jantung
ü Meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas.
|
4.
IMPLEMENTASI
Implementasi
(pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan (intervensi),
menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan pedoman atau prosedur
teknis yang telah ditentukan.
5.
EVALUASI
Evaluasi yang
diharapkan :
a.
Sirkulasi darah kembali normal sehingga
transport O2 kembali lancar
b.
Sirkulasi darah kembali normal sehingga
pertukaran gas dapat berlangsung
c.
Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan
oksigen ke otak terpenuhi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya
fungsi jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah
untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif yang paling sering
disebabkan oleh fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel.Penanganan awal
henti jantung dengan metode CAB.
3.2 SARAN
·
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahamannya
terhadap asuhan keperawatan pada pasien henti jantung.
·
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan
sebagai pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mustafa I, dkk. 1996. Bantuan Hidup Dasar. RS Jantung Harapan
Kita. Jakarta.
2.
Sunatrio S, dkk. 1989. Resusitasi Jantung Paru. dalam
Anesteiologi. Editor Muhardi
3.
Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI.Sjamsuhidajat R, Jong Wd. 1997. Resusitasi. Hal : 124-129. dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta.
iv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar