MAKALAH KEPERAWATAN
JIWA I
ASKEP PASIEN HARGA DIRI RENDAH
DI SUSUN OLEH KELOMPOK: II
SEMESTER IV D
1. AYU INDA PITASARI (05)
2. AYUNDARI VITRI ARIANTI (06)
3. BIRNA PRATAMA PANGESTU (07)
4. BQ. WENNY ALDIARINI (08)
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
ANGKATAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Imun dan Hematologi ini dengan judul “ ASKEP HARGA DIRI RENDAH “. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa I Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Mataram.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Mataram, Mei 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
...........................................................................................
2
C. Tujuan……......................................................................................................
2
D. Metode Penulisan ........................................................................... ……….. 2
BAB
II TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
................................................................................................
3-4
2. Etiologi.....................................................................................................
4-5
3. Patofisiologi
............................................................................................
5-6
4. Tanda dan Gejala ....................................................................................
6
5.
Pohon
Masalah …………………………............................................... 7
6. Komplikasi ……......................................................................................
7
7.
Test Diagnostik
......................................................................................
7
8. Penatalaksanaan ..................................................................................... 8-9
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN .................................................... ……… 10-19
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................
20
B.
Saran…………………….......................................................................
20
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di dalam hidup di masyarakat manusia harus
dapat mengembangkan dan melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan
individu lain maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu
sering mengalami hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan individu tersebut
sulit mempertahankan kestabilan dan identitas diri, sehingga konsep diri
menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa
yang sering muncul adalah gangguan konsep diri misal harga diri rendah.
Faktor psikososial merupakan faktor utama
yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang
mana akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk
mengikuti dan mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul.
Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan
kejiwaan.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan
adalah gangguan konsep harga diri rendah, yang mana harga diri rendah
digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat,
1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera
ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat.
Beberapa tanda-tanda harga diri rendah adalah rasa bersalah terhadap diri
sendiri, merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan
sosial seperti menarik diri, percaya diri kurang, kadang sampai mencederai diri
(Townsend, 1998).
B. Rumusan
Masalah
Dalam
makalah ini, kami membatasi penyajian kami pada ruang lingkup yang meliputi :
1. Pengertian harga diri
rendah?
2. Penyebab harga diri rendah?
3. Tanda & gejala harga
diri rendah?
4. Proses terjadinya masalah?
5. Faktor predisposisi dan
presipitasi?
6. Komplikasi harga diri
rendah?
7. Penatalaksanaan harga diri
rendah ?
8. Asuhan keperawatan harga
diri rendah
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan
umum
Perawat mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2. Tujuan
khusus
Untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul pada
klien selama memberikan asuhan keperawatan gangguan konsep diri : harga diri
rendah dan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut.
D. Metode
Penulisan
Metode
penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari referensi
yang berkaitan dengan pokok bahasan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
HARGA DIRI RENDAH
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah
perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri ( Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah
evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative,
dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
Seseorang
yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang
bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa, tidak
kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik
terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap
pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua
pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara
negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
Konsep
diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a. Citra
tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body
Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta
perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Yang secara
berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart
& Sundeen, 1998).
b. Ideal Diri (Self
Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang
bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau
nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Sering
juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan
tentang diri sendiri.
c. Identitas
Diri (Self Identifity)
Identitas adalah
pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan individu (Stuart &
Sundeen, 1998). Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus
berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja
d. Peran
Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku
yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di
berbagai kelompok sosial. Peran yang diterapkan
adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima
adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen,
1998).
e. Harga
Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian
individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik
perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah
perasaan yang berakar dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan
kesalahan, kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga
(Stuart & Sundeen, 1998.
2. Etiologi
Harga diri rendah sering
disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya
kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan
ego, pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi system keluarga serta
terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J
(1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan dimana seorang
individu mengalami atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami
stessor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakkuatan
sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut
Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu tidak efektif merupakan kelainan
perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi
tuntutan kehidupan dan peran. Adapun Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri
Rendah, yaitu :
a. Factor Presdisposisi
Factor predisposisi terjadinya harga diri rendah
adalah penolakan orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Factor
Presipitasi
Factor Presipitasi Terjadinya harga diri
rendah biasanya adalah kehillangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk
tubuh, kegagalan atau produktifitas yang menurun.
3. Proses
Terjadinya Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan
penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang
tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan,kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa sebagai
seorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri
rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat
kecemasan yang sedang sampai berat.Umumnya disertai oleh evalauasi diri yang
negative membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri. Gangguan harga diri
atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang
diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak
sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
b. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan
pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.
4. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
a. Mengejek dan mengkritik diri
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum
dan menolak diri sendiri
c. Mengalami gejala fisik, missal : tekanan
darah tinggi
d. Menunda keputusan
e. Sulit bergaul
f. Menghindari kesenangan yang dapat
meberi rasa puas
g. Menarik diri dari realitas, cemas,
panic, cemburu, curiga, halusinasi
h. Merusak diri : harga diri rendah
menyokong pasien untuk mengakhirinya hidup
i. Merusak/melukai orang lain
j. Perasaan tidak mampu
k. Pandangan hidup yang pesimistis
l. Tidak menerima pujian
m. Penurunan produktivitas
n. Penolakan terhadap kemampuan diri
o. Kurang memerhatikan perawatan diri
p. Berpakaian tidak rapih
q. Berkurang selera makan
r. Tidak berani menatap lawan bicara
s. Lebih banyak menunduk
t. Bicara lambat dengan nada suara
lemah.
5. Pohon
Masalah
|
|||
6. Komplikasi
1) Isolasi sosial: menarik
diri.
2) Timbulnya
masalah persepsi sensori halusinasi dengar, lihat, raba, cium dan lain-lain.
7. Test diagnostic
1) Test psikologik: test keperibadian
2) EEG: ganguan jiwa yang disebabkan oleh neorologis
3) Pemeriksaan sinar X: mengetahui kelainan anatomi
4) Pemeriksaan laboratorim kromosom: ginetik
1) Test psikologik: test keperibadian
2) EEG: ganguan jiwa yang disebabkan oleh neorologis
3) Pemeriksaan sinar X: mengetahui kelainan anatomi
4) Pemeriksaan laboratorim kromosom: ginetik
8. Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001),
terapi ini sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksudmeliputi :
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut:
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam
waktu yang cukup singkat
2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative
kecil
3) Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative
singkat, baik untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kogniti
5) Tidak menyebabkan kantuk
6) Memperbaiki pola tidur
7) Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan
dependensi
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar
dipasaran yang hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2
golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine
HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua
misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan
aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong
penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231).
c. Therapy
Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005).
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005).
d. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan
yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan yang ditujukan
pada kemampuan dan kekurangan klien.Teknik perilaku menggunakan latihan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas
kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri
harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
B. KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN HARGA DIRI RENDAH
1. Pengkajian
Pasien Harga Diri Rendah
a. Identitas
klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal pengkajian,
nomor rekam medic
b. Faktor
predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis, factor
psikologis, social budaya, dan factor genetic
c. Factor
presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa tidak
mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan,
rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan
penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial
yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual
e. Status
mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam
perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme
koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive
g. Aspek
medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu
diketahui saudara dapatkan adalah:
MASALAH YANG PERLU DIKAJI
No
|
Masalah Keperawatan
|
Data Subyektif
|
Data Obyektif
|
1
|
Masalah utama : gangguan konsep diri : harga
diri rendah
|
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.
Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli. Mengungkapkan tidak bisa
apa-apa. Mengungkapkan dirinya tidak berguna.
Mengkritik diri sendiri. Perasaan tidak mampu.
|
Merusak diri sendiri, Merusak orang lain,
Ekspresi malu,
Menarik diri dari hubungan social, Tampak
mudah
tersinggung,
Tidak mau makan dan tidak tidur
|
2
|
Mk : Penyebab tidak efektifnya koping individu
|
Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang lain.
Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak melakukan sesuatu.
Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
|
Tampak ketergantungan terhadap orang
lain Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat
dilakukan
Wajah tampak murung
|
3
|
Mk : Akibat isolasi sosial menarik diri
|
Mengungkapkan enggan bicara dengan orang
lain Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain.
|
Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata
ketika diajak bicara Suara pelan dan tidak
jelas
Hanya memberi jawaban singkat (ya/tidak)
Menghindar ketika didekati
|
2. Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi,
wawancara atau pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat
dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a. Harga
Diri Rendah
b. Isolasi
Sosial
3. Rencana
Tindakan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan pasien
A. Untuk
mengatasi masalah Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Tindakan
keperawatan pada pasien :
a. Tujuan :
1) Pasien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Pasien
dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3) Pasien
dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
4) Pasien
dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5) Pasien
dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
Tindakan keperawatan :
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang masih dimiliki pasien.
Untuk
membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang masih
dimilikinya , perawat dapat :
a. Mendiskusikan
bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien seperti
kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah, dalam keluarga dan lingkungan adanya
keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b. Beri
pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien penilaian
yang negatif.
2) Membantu pasien menilai
kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan tersebut, saudara dapat :
a. Mendiskusikan
dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini
b. Bantu
pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang
diungkapkan pasien
c. Perlihatkan
respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif
3) Membantu pasien
memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih Tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan adalah :
a. Mendiskusikan
dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai
kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
b. Bantu
pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan secara mandiri, mana
kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga dan kegiatan apa saja
yang perlu batuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat pasien. Berikan
contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama
pasien dan buat daftar kegiatan sehari-hari pasien.
4) Melatih
kemampuan yang dipilih pasien
Untuk tindakan keperawatan tersebut saudara
dapat melakukan:
a. Mendiskusikan
dengan pasien untuk melatih kemampuan yang dipilih
b. Bersama
pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
c. Berikan
dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan pasien
5) Membantu
menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan
tersebut, saudara dapat melakukan hal-hal berikut :
a. Memberi
kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan
b. Beri
pujian atas kegiatan/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari
c. Tingkatkan
kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap kegiatan
d. Susun
jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya
setelah pelaksanaan kegiatan.
SP 1Pasien: Mendiskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai
kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan
kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun
jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian
Orientasi
:
“Assalamualaikum,
bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar“.
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang
kemampuan dan kegiatan yang pernah T lakukan?Setelah itu kita akan
nilai kegiatan mana yang masih dapat T dilakukna di rumah sakit.
Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
”Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang
tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20 menit ?
Kerja
:
” T, apa saja kemampuan
yang T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa pula
kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci
piring..............dst.”.
“ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T miliki
“.
” T, dari lima
kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di rumah sakit ?
Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya
ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang
masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba T pilih satu
kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini”.” O yang nomor
satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita
latihan merapihkan tempat tidur T”. Mari kita lihat tempat tidur T.
Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur,
mari kita pindahkan dulu bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat
spreinya, dan kasurnya kita balik. ”Nah, sekarang kita pasang lagi
spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik
dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan,
dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan
sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan
baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba T lakukan dan jangan lupa memberi
tanda MMM (mandiri) kalau T lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika
diingatkan bisa melakukan, dan T (tidak) melakukan.
Terminasi
:
“Bagaimana perasaan T setelah
kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan tempat tidur ? Yach, T
ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah T praktekkan
dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah
pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual
harian. T. Mau berapa kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus,
dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan
yang kedua. T masih ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit
selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan
latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan
pagi Sampai jumpa ya”
SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan
kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien.
Orientasi
:
“Assalammua’laikum,
bagaimana perasaan T pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
”Bagaimana T, sudah dicoba
merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pag? Bagus (kalau sudah dilakukan,
kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat
apa kegiatan itu T?”
”Ya
benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini”
”Waktunya
sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”
Kerja
:
“ T, sebelum kita mencuci piring kita perlu
siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring,
sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas., T bisa
menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat
sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Sekarang
saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan
tersedia, T ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang
ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian T bersihkan piring tersebut
dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring.
Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun
sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu T bisa mengeringkan piring
yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…
“Sekarang
coba T yang melakukan…”
“Bagus sekali, T dapat mempraktekkan
cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya
Terminasi
:
”Bagaimana
perasaan T setelah latihan cuci piring ?”
“Bagaimana
jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari
T. Mau berapa kali T mencuci
piring? Bagus sekali T mencuci piring tiga kali setelah makan.”
”Besok kita akan latihan untuk
kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat
kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel”
”Mau
jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai
jumpa ”
B. Untuk
mengatasi masalah Gangguan Konsep Diri : Isolasi
sosial
Tindakan
keperawatan pada pasien
Tujuan umum: Pasien dapat berinteraksi dengan
orang lain.
a. Tujuan khusus I: Pasien
dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi: Setelah dilakukan dua kali
interaksi, pasien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat, seperti:
wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia menceritakan
perasaannya, bersedia mengungkapkan masalahnya.
Intervensi keperawatan:
1) Bina hubungan saling percaya
2) Beri salam setiap berinteraksi
3) Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan
tujuan perawat berkenalan
4) Tanyakan dan panggil nama kesukaan pasien
5) Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
setiap kali berinteraksi
6) Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang
dihadapinya
7) Buat kontrak interaksi yang jelas
8) Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi
perasaan pasien.
b. Tujuan khusus II: Pasien mampu
menyebutkan penyebab isolasi social
Kriteria evaluasi: Setelah dua kali interaksi
pasien dapat menyebutkan minimal satu penyebab isolasi sosial, yang berasal
dari: diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Intervensi keperawatan:
1) Tanyakan pada pasien tentang;
a) Orang yang serumah atau teman sekamar
pasien
b) Orang yang terdekat dengan pasien di rumah
atau di ruang perawatan
c) Apa yang membuat pasien dekat dengan
orang tersebut
d) Orang yang tidak dekat dengan pasien di rumah
atau di ruang perawatan
e) Apa yang membuat pasien tidak dekat
dengan orang tersebut
f) Upaya yang sudah dilakukan agar dekat
dengan orang lain.
2) Diskusikan dengan pasien penyebab isolasi
sosial atau tidak mau bergaul dengan orang lain
3) Beri pujian terhadap kemampuan pasien
mengungkapkan perasaannya.
c. Tujuan khusus III: Pasien mampu
menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, dan kerugian dari isolasi sosial.
Kriteria evaluasi: Setelah dua kali interaksi,
pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial (misalnya: banyak teman,
tidak kesepian, bisa diskusi, saling menolong), dan kerugian tidak berhubungan
sosial dengan orang lain (misalnya: sendiri, kesepian, tidak bisa berdiskusi,
tidak memiliki teman).
Intervensi keperawatan:
1) Tanyakan pada pasien tentang;
a) Manfaat hubungan social
b) Kerugian menarik diri.
2) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat
berhubungan sosial, dan kerugian tidak berhubungan sosial (menarik diri)
3) Beri pujian terhadap kemampuan pasien
mengungkapkan perasaannya.
d. Tujuan khusus IV: Pasien melaksanakan hubungan
sosial secara bertahap
Kriteria
evaluasi: Setelah dua kali interaksi, pasien dapat melaksanakan hubungan sosial
secara bertahap, dengan: perawat, perawat lain, pasien lain, dan kelompok.
Intervensi
keperawatan:
1) Observasi perilaku pasien saat berhubungan
social
2) Beri motivasi dan bantu pasien untuk
berkenalan atau berkomunikasi dengan perawat, perawat lain, pasien lain, dan
kelompok
3) Libatkan pasien dalam terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS)
4) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan pasien bersosialisasi
5) Beri motivasi pada pasien untuk melakukan
kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat
6) Beri pujian terhadap kemampuan pasien
memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan.
e. Tujuan khusus V: Pasien dapat
menjelaskan perasaannya setelah melakukan hubungan social
Kriteria
evaluasi: Setelah dua kali interaksi, pasien dapat menjelaskan perasaan setelah
berhubungan sosial, dengan: orang lain dan kelompok.
Intervensi
keperawatan:
1) Diskusikan dengan pasien tentang perasaan
setelah berhubungan sosial, dengan: orang lain dan kelompok
2) Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya.
f. Strategi
pelaksanaan I pasien (SP I pasien): Membina hubungan saling percaya, membantu
pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
serta mengajarkan pasien berkenalan.
g. Strategi
pelaksanaan II pasien (SP II pasien): Mengajarkan pasien berinteraksi secara
bertahap (berkenalan dengan orang pertama misalnya seorang perawat).
h. Strategi
pelaksanaan III pasien (SP III pasien): Mengajarkan pasien berinteraksi secara
bertahap (berkenalan dengan orang kedua misalnya seorang pasien).
Evaluasi
a. Isolasi
sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
1) Klien
dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Klien dapat menilai
kemampuan yang dapat digunakan
4) klien dapat menetapkan
(merencanakan) kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuan yang
dimiliki
5) klien dapat melakukan
kegiatan sesuai dengan kondisi sakit yang dimiliki
6) Klien
dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Harga
diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri ( Keliat, 1998).
Konsep
diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a. Citra
tubuh (Body Image)
b. Ideal
Diri (Self Ideal)
c. Identitas
Diri (Self Identifity)
d. Peran
Diri (Self Role)
e. Harga
Diri (Self Esteem)
Dimana etiologi dari harga
diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif
akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran
perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi system
keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C. 1998 :
366).
Penatalaksanaannya
dengan Psikofarmaka , psikoterapi, keperawatan dan Therapy Kejang Listrik.
B.
SARAN
Bagi para pembaca kami berharap agar tidak merasa puas dengan
makalah yang kami tulis ini sehingga menambah minat untuk mencari sumber lain.
Karena kami pun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
·
Departemen Kesehatan RI,
(1994), Pedoman Perawatan Psikiatri Intervensi Keperawatan,Direktorat
Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.
·
Kelliat, Budi Anna,
(1998), Proses Keperawatan Klien Gangguan Jiwa, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
·
Maramis, W.F, (1998), Catatan
Ilmu Keperawatan Jiwa, Surabaya, Airlangga Universitas Press.
·
Rusdi Muslim, Dr, (2001), Buku Saku Diagnosis Gangguan
Jiwa Tujuan Ringkas, PPDGJ III, Jakarta.
·
Stuart, Gail Wiscart and Sundeen Sandra, (1998), Buku
Saku Keperawatan Jiwa, (edisi 3),EGC, Jakarta.
·
Towesend Mary, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Psikiatri, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar